Agama Baru Itu Bernama Sepak Bola

Pasang Iklan Anda disini Hubungi Brama News

Oleh : Maulana Sholehodin

 

Minggu dini hari, 27/5/2018 mata para gibol dunia tertuju pada telivisi melihat gelaran akbar sepak bola Final Liga Champion 2018 di Stadion NSC Olimpiyskiy, Kiev, Ukraina.

Pendukung El Real yang disebut Madritista berbunga-bunga hingga sajian sahur tidak tersentuh. Sebab kemenangan El Real (Real Madrid) 3-1 atas Liverpool seakan akan membawa mereka pada puncak kenikmatan. Barangkali dihati mereka mengatakan ‘fabi ayyi alairobbikuma tukadzdziban’ nikmat mana lagi yang kau dustakan saat melihat Real Madrid menang 3-1 dan menjuarai Liga Champion untuk ke-7 kalinya.

Sementara disampingku pendukung Liverpool tertunduk lemas berduka dan marah sejak Mohamed Salah cidera.

Saya yang tidak termasuk gibol bingung sejak detik pertama permainan dimulai. Bingung harus berpihak kemana, sebab kedua kesebelasan bukan dari kampungku. Aku mencoba untuk berpihak kesalah satu dengan mencari sambungannya. Barangkali salah satu pemainnya ada yang dari Indonesia, ternyata juga tidak ada.

Akhirnya keberpihakanku kujatuhkan pada Real Madrid karena ada pemain yang Islam Karim Benzema. Beberapa saat kemudian ternyata Liverpool juga punya pemain yang muslim Moh. Salah. Akhirnya kuputuskan tidak menbawa-bawa agama dalam urusan bola.

Sepak bola hanya sebuah permainan, menang atau kalah dalam permainan sangatlah biasa. Seperti saat kecilku, saat bermain selalu dinasehati “Kalah enggak popo, wong dolanan.”

Rumusan permainan, permainan jangan diambil hati sepertinya kini sudah tidak berlaku. Sepak bola bukan lagi tontonan tapi sudah menjadi tuntunan. Sepak bola telah bermetamorfosis menjadi aliran (bagai) sejenis agama baru.

Suporter fanatiknya menjelma bagai umat sebuah agama yang rela melakukan apapun untuk Club yang dicintainya. Loris Karius misalkan minggu kemarin sampai harus menangis keliling stadion untuk minta maaf pada para pendukung karena kesalahanya yang membuat Liverpool kalah. Bahkan kini dia diancam dibunuh atas kesalahannya.

Sementara Karim Benzema dielu-elukan bagai seorang santo atau bagai mujahid yang menang dalam perang suci. Bahkan pesta di Madrid konon 3 hari 3 malam dengan puluhan ribu orang yang tentunya milyaran uang digunakan hanya untuk merayakan kemenangan permainan yang bernama sepak bola. Puncak pesta bertabur kebahagian di Stadion Santiago Bernabéu.

Ya sepak bola telah menjelma menjadi agama baru yang memiliki penganut yang sangat fanatik, yang siap meneteskan airmatanya saat sang Club kebanggaanya kalah. Dan akan marah saat sang idola terdholimi.

Yang paling tidak rasional ketika sang idola sukses berbuat curang malah dianggap sebagai sebuah tindakan genius. Seperti yang dilakukan dewa sepak bola Diego Armando Maradona yang menciptakan gol dengan tangannya. Sebuah kecurangan tingkat tinggi di depan penonton seluruh dunia malah disebut sebagai gol tangan Tuhan.

Saya jadi teringat pada tulisan bagus yang saya baca dimajalah kampus saat kuliah dulu, tidak tahu siapa yang menulis dan bagiku tulisan itu cukup bijak.

Bermainlah tapi jgn dipersungguh, sebab kesungguhan permainan terletak pada ketidaksungguhannya. Bila permainan telah dipersungguh, maka bukan permainan namanya.

 

Redaktur : Septaria Yusnaeni

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.