Penulis : Maulana S.
Redaktur : S. Yusnaeni
Selama ini kita meyakini takbir pada malam Idul Fitri adalah teriakan kemenangan karena kembali suci seperti bayi baru lahir. Benarkah makna Fitri itu suci dan bisakah setelah 30 hari berpuasa kita kembali ke Fitri? Yakinkah kalau Fitri mau bila anda kembali kepadanya?
Lebaran kita umat islam disebut Idul Fitri yang berasal dari dua kata bahasa Arab id (عيد) dan al-fitru ( الفطر). Id (عيد) dalam gramatikal bahasa Arab berasal dari kata aada – ya’uudu ( عاد – يعود) yang artinya kembali. Hari Raya disebut ‘id karena hari Raya terjadi secara berulang-ulang, dimeriahkan setiap tahun, pada waktu yang sama. Ibnul A’rabi mengatakan,
سمي العِيدُ عيداً لأَنه يعود كل سنة بِفَرَحٍ مُجَدَّد
Hari Raya dinamakan id karena berulang setiap tahun dengan kegembiraan yang baru. (Lisan Al-Arab, 3/315).
Kata id juga merupakan turunan dari kata Al-Adah ( العادة) yang artinya tradisi Bila
salah baca tak marbutonya (ة) dibaca tak ت maka dibaca adat yang kemudian kata ini diserap oleh bahasa Indonesia menjadi adat yaitu sebuah kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang.
Sedang Fitri tidak sama dengan fitrah. Fitri dan fitrah adalah dua kata yang berbeda. Beda arti dan penggunaannya. Namun, mengingat cara pengucapannya yang hampir sama banyak orang menyangka bahwa itu dua kata yang sama.
Kata fitri berasal dari kata afthara – yufthiru ( أفطر – يفطر) yang artinya berbuka atau فطر / fatoro yang artinya makan pagi (kamus Almunawir 1063).
Jadi Idul Fitri adalah kembali makan pagi atau perayaan makan pagi bersama-sama karena di hari itu semua orang Islam haram berpuasa setelah 30 hari diwajibkan puasa bulan Ramadhan.
Ada sebuah hadist dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ، وَالفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ
“Hari mulai berpuasa (tanggal 1 Ramadhan) adalah hari dimana kalian semua berpuasa. Hari berbuka (hari raya 1 Syawal) adalah hari di mana kalian semua berbuka.” (HR. Turmudzi 697, Abu Daud 2324, dan dishahihkan Al-Albani).
Makna hadist di atas akan menjadi aneh, ketika alfitru / fitri diartikan suci dan akan lepas dari frasa tujuan hadist.
Karena ini tentang sebuah perayaan makan pagi, maka nabi Muhammad SAW ingin memastikan semua orang Islam berbahagia dan tidak satupun yang kelaparan maka diwajibkan zakat fitrah dengan menggunakan makanan pokok bukan uang sebab dikhawatirkan toko pasar akan tutup disaat lebaram itu. Dan waktu yang afdhof / terbaik berzakat adalah setelah subuh dan sebelum sholat id agar bisa dimasak dan dimakan di pagi itu dalam perayaan makan pagi ini.
Mayoritas ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa membayar zakat fitrah adalah dengan qût (makanan pokok). Pendapat itu didasarkan pada hadist yang menyatakan zakat fitrah adalah harus dengan makanan pokok sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma.
عَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: – فَرَضَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – زَكَاةَ اَلْفِطْرِ, صَاعًا مِنْ تَمْرٍ, أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ.
“Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri dengan satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum” (HR Bukhari dan Muslim).
Dan jangan katakan bid’ah bilah kita zakat beras hanya dikarenakan nabi tidak pernah menyebut beras serta jangan memaksa orang Papua zakat kurma sebab yang mereka makan itu sagu.
Selamat makan pagi semuanya….
Leave a Reply