Meluruskan Tujuan Politik PMII & Gagasan Dua Cabang di Pasuruan

Pasang Iklan Anda disini Hubungi Brama News

Penulis : Noer Fikri Arrosyid, Wakil Ketua I Rayon Guevara Komisariat Ngalah Universitas Yudharta Pasuruan
Redaktur : Septaria Yusnaeni

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) adalah organisasi kader. Jelas tidak profit oriented. Kita yang menyandang status mahasiswa saja sudah berat. Yakni harus mampu menjalankan tri dharma perguruan tinggi. Apalagi sebagai mahasiswa PMII (Baca: Pergerakan), tentu sangatlah berat. Sebab sebagai kader tidak hanya dituntut terkait tri dharma, juga harus bisa memahami dan mengimplementasikan tujuan PMII serta harus melanjutkan tongkat estafet perjuangan kaderisasi. Maka, jelas hanya kader-kader terbaiklah yang berani unjuk gigi mencalonkan diri sebagai bakal calon ketua Rayon, Ketua Komisariat, Ketua Cabang, Ketua Kopri dan seterusnya.

Bila kemudian kita terbesit pertanyaan apakah kader PMII yang tidak berani mencalonkan diri sebagai ketua bukan kader terbaik? Maka mari bersama-sama memperbaiki logika berpikir kita sebagai kader. Bahwa logika hitam putih kaitannya menjadi kader terbaik itu tidak tepat. Perlu menggunakan logika pelangi, bahwa menjadi kader terbaik memiliki banyak jalan. Salah satu jalan adalah berani menjadi calon ketua. Salah satu yang lainnya tergantung pilihan kita masing-masing. Misalnya menjadi penggerak kemandirian organisasi, atau menjadi penggerak literasi.

Lalu, logika apakah yang digunakan oleh seorang penulis menyatakan bahwa ketika ada Rayon atau Komisariat atau Cabang yang secara istiqomah memiliki kader dan menjadi calon ketua dimaknai dengan “belum mau melepas cengkraman kekuasaannya di kepengurusan”? (Lebih lanjut baca Menakar Kemungkinan PC PMII Kota Pasuruan, Pasca KONFERCAB XX, timespergerakan.com”). Bukankah salah satu bentuk partisipasi dalam momentum kaderisasi politik di RTAR, RTK, Konfercab dan seterusnya dengan siap mendaftar atau memiliki calon adalah tugas kaderisasi? Bukankah soal siapa calon yang terpilih adalah bagian dari proses dinamika politik (baca: Pemilihan) itu sendiri? Entahlah. Aku menyerah untuk menebak logika seseorang yang menulis begitu. Atau kalau boleh su’udzon, apakah seorang penulis itu memiliki mental penakut? Tidak siap bertarung dalam arena kaderisasi politik? Sekali lagi, entahlah.

Lalu yang lebih parah lagi, bahwa kebanyakan kader yang mencalonkan diri tersebut ketika kalah dalam kaderisasi politik enggan untuk menjadi pengurus periode ketua terpilih yang menjadi pesaingnya. Atau memang sengaja tidak diakomodir oleh ketua terpilih sebab telah menjadi pesaingnya. Ini yang perlu diluruskan. Bahwa persaingan dalam kaderisasi politik PMII tidaklah sama dengan politik praktis yang pragmatis dan hanya bertujuan untuk kekuasaan. Bukankah kaderisasi politik kita (baca: PMII) adalah bagian dari proses kaderisasi itu sendiri? Mari kita merenung sembari mengingat bagaimana ketika Sahabat M Khoirul Lutfi bersaing dengan Makhfud Syawaludin sebagai ketua umum yang akhirnya kompak menjadi ketua umum dan sekretaris umum cabang. Atau antara M Ainul Yaqin dengan Zumrotun Nafisah yang berakhir sebagai ketua umum dan ketua kopri cabang. Artinya, kontestasi politik itu berakhir dengan tujuan yang sama, yakni memajukan PMII Pasuruan yang lebih baik. Baik dari sisi internal kaderisasi dan kontribusinya bagi pembangunan di Pasuruan.

Terkait gagasan adanya pemisahan PC PMII Pasuruan menjadi PC PMII Kota Pasuruan dan PC PMII Kabupaten Pasuruan dalam Konferensi Cabang (Konfercab) XX PC PMII Pasuruan, sangat mungkin terjadi. Bila kita terbesit pertanyaan apakah dengan berpisah kita berpecah secara gerakan? Sekali lagi, kita perlu memperbaiki logika kita sebagai kader PMII.

Harusnya, logika kita sederhana. Bahwa ketika ada dua PC PMII, jelas akan bisa lebih fokus menata kaderisasi dan berkontribusi dalam pembangunan daerah. Dan ketika ada persoalan tentang ketidakadilan, tentang penindasan dan hal lain yang berada dalam batas kota dan kabupaten, tentu sebagai kader yang sama-sama belajar Aswaja sebagai Manhaj al-Fikr, Nilai Dasar Pergerakan dan Paradigma Pergerakan, dengan sendirinya akan bisa bergerak bersama. Tentu itu yang penulis harapkan dengan adanya gagasan pemisahan PC tersebut. Mudah diucapkan namun menjadi tantangan saat diwujudkan bukan?

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.