Memaknai Kata Kotor “Jancok”

Pasang Iklan Anda disini Hubungi Brama News

Oleh : Maulana Sholehodin

 

Kata umpatan yang sebenarnya sangat jorok ini, tidak pernah terdengar sebelum era 80-an. Saya heran ketika pada group WA ada diskursus kata jancok, yang kemudian beberapa orang tertarik mengurai kata tersebut dari perspektif historis. Beberapa mencoba mengurai dari sisi gramatikal.

Otak-atik gatuk ala logika Jawa dikembangkan dengan mencomot nama tank Belanda. Sebegitu pentingkah kata kotor itu harus dikejar sampai akar sejarahnya? Barangkali ini menarik tatkala kita sedang dibangku kuliah berdebat dalam perspektif hermeunitik, saat belajar tentang kritik bahasa sambil belajar membangun struktur logika akademik.

Atau mungkin fenomena ini memang pertanda bahwa betapa kotornya tradisi kita hingga kita tertarik mengkaji sejarah bahasa kotor (dan ini termasuk saya).  Bukankah bahasa adalah simbol peradaban sebuah bangsa dan ini pertanda kotornya peradaban kita hari ini yang selalu saling mengumpat.

Bahkan ada tokoh yang bangga, menyebut dirinya Presiden Jancok. Konon ini sebagai ekspresi kebebasan, apakah kebebasan harus seliar itu? Dalam Islam ada beberapa kategori model kata qoulan karima, qoulan baligho, qoulan syadida, qoulan yatsaro, kata-kata mulia, lembut penuh hormat tidak jorok, menyejukkan dan diucapkan penuh hormat.

Kata jancok hadir kadang sebagai bahasa umpatan, kadang sebagai keakraban bahkan kadang ekspresi keterkejutan. Tapi yang paling sering hadir adalah dengan amarah. Terlepas dari itu semua kita berhak memilih nilai dari sebuah kata dan kita juga berhak memaknai sebuah kata. Tetapi titik akhirnya nilai sebuah kepantasan kata realitas sosial-lah yang akan menakar.

Konon kata jancok versi kedatangan Arab, salah satu versi asal-mula kata “jancuk” berasal dari kata Da’Suk. Da’ artinya “tinggalkanlah kamu”, dan assyu’a artinya “kejelekan”, digabung menjadi Da’Suk yang artinya “tinggalkanlah keburukan”. Kata tersebut diucapkan dalam logat Surabaya menjadi “Jancok”.

Versi penjajahan Belanda, menurut Edi Samson, seorang anggota Cagar Budaya di Surabaya, istilah Jancok atau Dancok berasal dari bahasa Belanda “yantye ook” yang memiliki arti “kamu juga”. Istilah tersebut popular dikalangan Indo-Belanda sekitar tahun 1930-an. Istilah tersebut diplesetkan oleh para remaja Surabaya untuk mencemooh warga Belanda atau keturunan Belanda dan mengejanya menjadi “yanty ok” dan terdengar seperti “yantcook”. Sekarang, kata tersebut berubah menjadi “Jancok” atau “Dancok”.

Versi penjajahan Jepang, kata “Jancok” berasal dari kata Sudanco berasal dari zaman romusha yang artinya “Ayo Cepat”. Karena kekesalan pemuda Surabaya pada saat itu, kata perintah tersebut diplesetkan menjadi “Dancok”.

Versi umpatan, warga kampung Palemahan di Surabaya memiliki sejarah oral bahwa kata “Jancok” merupakan akronim dari “Marijan ngencuk” (Marijan berhubungan badan). Kata encuk merupakan bahasa Jawa yang memiliki arti “berhubungan badan”, terutama yang dilakukan diluar nikah. Versi lain menyebutkan bahwa kata “Jancuk” berasal dari kata kerja “diencuk”. Kata tersebut akhirnya berubah menjadi “Dancuk” dan terakhir berubah menjadi “Jancuk” atau “Jancok”. (dihimpun dari berbagai sumber)

 

Redaktur : Septaria Yusnaeni

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.