Memaknai Musibah

Pasang Iklan Anda disini Hubungi Brama News

Oleh : Maulana Sholehodin

Saat gempa Jogja dulu ada orang tua di kampung ngendikan (berkata) ‘gempa di Jogja itu tanda Nyai Roro Kidul sedang marah, oleh karena itu cepatlah mendekat pada gusti Allah SWT, agar terlindungi dari amarah sang Nyai.’ Walau nasehat ini salah dalam persfektif tauhid, tapi bagi saya kalimat ini cukup bijak karena 3 hal.

Pertama kita disuruh mendekat pada Allah dengan meninggalkan maksiat dan memperbanyak ibadah agar dekat pada Allah. Kedua tidak menyakiti orang-orang yang sedang tertimpa musibah dengan menghakimi bahwa mereka sedang di adzab Allah karena banyak dosa karena tidak sebaik kita yang tidak tertimpa musibah. Ketiga, yang menarik dari kalinat orang tua itu bahwa gempa itu karena amarah Nyai Roro Kidul penguasa pantai selatan yang artinya dia telah mengkambing hitamkan Nyai Roro Kidul, semoga Nyai Roro Kidul tidak tersinggung dan melaporkan ke Polda tentang pencemaran nama baik, pasal 310 KUHP dan ujaran kebencian, bisa repot Polda DIY.

Terlepas dari itu semua, sebagai muslim tentu kita sepakat bahwa Al-Qur’an dengan 6000 lebih ayatnya adalah bukan hanya tentang bagaimana membangun hubungan dengan sang Kholiq tapi juga sebagai sandaran etis dan tata pergaulan kita sebagai mahluk sosial. Tetapi penting harus dipahami bahwa ayat Al-Qur’an itu harus dipakai pada orang yang tepat. Misal anda mau bertamu maka dalil yang digunakan adalah dalil tata krama bertamu, bukan tata krama sebagai tuan rumah. Tata krama sebagai tamu maka kita masuk ke rumah orang atau tidak itu terserah yang punya rumah, sedang bagi tuan rumah wajib hormat dan mempersilahkan kita masuk serta memperlakukan kita dengan lebih dari sekedar layak. Sebab Al-Qur’an menggunakan kata muliakanlah. Sedang tamu diatur dalam ayat ini.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَدۡخُلُواْ بُيُوتًا غَيۡرَ بُيُوتِكُمۡ حَتَّىٰ تَسۡتَأۡنِسُواْ وَتُسَلِّمُواْ عَلَىٰٓ أَهۡلِهَاۚ ذَٰلِكُمۡ خَيۡرٞ لَّكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ ٢٧

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. (QS An-Nur:27)

Menjadi salah besar ketika kita sebagai tamu pakai dalil yang harus dipakai tuan rumah bahwa wajib hormat pada tamu maka akan rusak tatanannya dimana sang tamu menjadi sok mulia yang harus dimuliakan. Islam menganut Keseimbangan tata nilai dimana masing ada sandaran etis yang jangan salah tempat. Disamping ayat diatas maka sebaliknya tuan rumah pun diberi sandaran etis.

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tamunya.” (Muttaffaq ‘alihi)

Jangan sampai terbalik menggunakan ayat, begitu juga soal gempa Lombok, Palu, Donggala, Situbondo maupun dimanapun. Sungguh tidak bijak ketika tiba-tiba kita merasa sok suci dari mereka yang tertimpa musibah, dengan membuat status di medsos dan mengatakan disana tempat maksiat dan kita lebih disayang Allah. Bukankah kesombongan adalah puncak dari kemaksiatan? Bukankah setan menolak hormat pada Adam juga karena dia merasa lebih baik.

Sungguh situasi hari ini terbolak-balik, bukankah orang yang sedang tidak tertimpa musibah saat melihat saudaranya tertimpa musibah telah dipandu hadist ini.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Barangsiapa meringankan dari seorang mukmin salah satu kesusahan hidupnya di dunia niscaya Allah akan meringankan salah satu kesusahan hidupnya pada hari kiamat. Barangsiapa memberi kemudahan kepada orang yang kesulitan niscaya Allah akan memberi kemudahan baginya di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi aib seorang muslim niscaya Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah).

Bantu yang kesusahan tutupi aibnya ringankan bebannya, bukan malah sibuk bikin status bahwa itu adzab dan kita lebih baik dari mereka. Soal pada realitasnya harus ada yang diperbaiki kita bantu memperbaiki sesudahnya setelah kita ringankan bebanya.

Sedang disisi lain bagi yang tertimpa musibah penting untuk intropeksi apa itu cobaan atau musibah, ada salah satu yang mengajak kita refleksi saat kita tertimpa musibah.

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

“Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah mema’afkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS. Asy-Syuura: 30)

Sungguh tidak bijak bagi kita menghakimi orang yang tertimpa musibah. Bayangkan andai tiba-tiba kita tertimpa musibah belum ada yang bantu dan dinasehati orang ‘segerahlah intropeksi anda terlalu banyak maksiat’ dalam posisi seperti itu saya berdoa semoga anda memiliki banyak persediaan kesabaran agar tidak melempar sandal pada orang yang menasehati anda.

Tapi dari semua respon di daerah-daerah atas gempa Palu, Donggala dan Lombok sungguh kita layak bersyukur bahwa solidaritas bangsa ini masih kuat, semua menggalang dana bantuan gempa mulai masjid, gereja, club motor, suporter sepak bola, bahkan cebong dan kampret walau masih saja keduanya tidak bisa rukun.

 

Redaktur : Septaria Yusnaeni

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.