Perancis Lebih Waras dari Amerika

Pasang Iklan Anda disini Hubungi Brama News

Penulis : Maulana Sholehodin

Horaaaaaa… Horaaaaaa…  Horaaaaaa…

Begitulah teriakan si nakal Masha dalam cartoon Masha and The Bear, ketika mampu mengerjai sang beruang atau saat mengekspresikan keliarannya sebagai anak, sebuah ekspresi kemenangan kebahagian.

Saya katakan Horaaaaa… Horaaaaa… untuk Pilpres Perancis, bukan karena saya pendukung fanatik Macron dan terlibat saling hujat dengan pendukung Marine layaknya Pilkada DKI yang ribut dengan perdebatan anak bangsa. Sekali lagi saya katakan sama sekali bukan, saya bukan pendukung Macron bahkan tidak kenal. Sebab Macron tidak pernah satu sekolah,  juga tidak pernah satu pesantren denganku, bahkan sekedar ngopi bareng saja belum pernah.

Horaaaa… kebahagiaanku karena Marine Le Pen, si anti imigran dan anti Islam akhirnya tumbang dalam Pilpres Perancis dengan 65,8 (exit poll) untuk Macron. Si fenomenal Macron adalah Presiden termuda (39) kedua Perancis, setelah Napoleon Bonaparte, sang emperor.

Juga jangan disalahartikan kebahagiaan saya karena capres Marine yang anti Islam dan imigran itu tumbang, terus kebetulan saya beragama Islam sehingga saya anti Marine. Tapi lebih dari itu, siapapun yang anti terhadap perbedaan, siapapun yang rasis dan sektarian tidak layak menjadi pemimpin sebuah bangsa, ternyata mayoritas orang Perancis masih cukup waras. Beda dengan orang Amerika yang katanya kampium demokrasi ternyata salah pilih. Donald John Trump yang penuh kebencian terhadap minoritas terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat ke-45. Inikah peradaban dari sebuah bangsa yang katanya superior? Ah pada akhirnya saya lebih bangga menjadi orang Indonesia dengan saudara sebangsa yang masih cukup waras untuk memilih pemimpin yang bijak.

Orang dari suku dan agama apapun, bangsa manapun bila baik pada yang lain maka sukses menjadi manusia karena memiliki rasa kemanusiaan. Inti menjadi manusia adalah memanusiakan yang lain dan merasa dengan hati maupun nurani, sehingga bila tidak maka dia adalah binatang. Al-Qur’an menggambarkan dalam surat Al A’raf 7: 179, Allah menjelaskan.

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”.

Dalam konteks koneksitas relasi sosial bila melihat orang lain berbuat jahat jangan kemudian disandarkan pada agamanya, sebab tidak satupun agama memerintahkan pada pemeluknya untuk berbuat jahat. Bila ada agama memerintahkan kejahatan maka itu bukan agama.

Bila perilaku sosial seseorang diatasnamakan agamanya maka kesimpulannya menjadi rusak. Indonesia mayoritas penghuni penjara beragama Islam berarti agama Islam itu jahat, ya tidak begitu. Bila anda ke Italia semua bandar narkoba beragama Nasrani.  Mayoritas penghuni penjara Amerika juga Nasrani, India penghuni penjaranya mayoritas Hindu. Lebih lucu lagi teman saya Hamid pacaran dengan Lia yang Katolik, jangan disimpulkan agama Islam pacaran dengan agama Katolik merupakan suatu kebenaran. Perilaku seseorang merupakan tanggung jawab personal bukan tanggung jawab agamanya.

Menarik bila saya akhiri tulisan ini dengan perilaku Macron Presiden terpilih Perancis, yang menikahi guru SMA-nya dengan selisih usia 25 tahun lebih tua dari Macron. Bernama Brigitte Trogneux, guru SMA Macron yangberusia 64 tahun atau 25 tahun lebih tua dari Macron. Benih asmara indah ini terjalin sejak Macron jadi anak didiknya, saat itu masih berusia 16 tahun. Orangtua Macron sempat melarang hubungan asmara tak wajar ini. Terlebih, Trogneux saat itu berstatus istri orang. Namun, pasangan ini bersatu setelah Macron menyelesaikan studi sarjananya dan Trogeneux bercerai dengan suami sebelumnya. CINTA SELALU MENEMUKAN JALANNYA UNTUK PULANG.

 

Redaktur : Septaria Yusnaeni

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.