Penulis : Maulana S
Editor : S Yusnaeni
Ketika bicara tentang kisah perempuan hebat Indonesia kita selalu terhegemoni pada satu nama yaitu Raden Ajeng Kartini istri kedua Bupati Rembang. Padahal jauh sebelum itu banyak wanita telah menjadi pemimpin hebat, bahkan dalam nalar subyektif saya jauh lebih hebat dari Kartini, misalnya Tribhuwana Wijayatunggadewi penguasa ketiga Majapahit. Nyai Ageng Kalinyamat yang di Portugis dikenal dengan sebutan Madam Kalinyamat, Ageng Gede Pinatih yang di barat dikenal dengan nama Grand Lady of Gresik.
Diceritakan dalam beberapa sumber bahwa Nyai Ageng Pinatih atau Nyai Ageng Tandes dikirim dari Kraton Brang Wetan, Blambangan ke Kota Gresik untuk tujuan tertentu. Lalu beliau pergi ke Majapahit guna menemui saudara perempuannya yang menjadi permaisuri Raja Brawijaya. Oleh Raja Brawijaya beliau dihadiahi sebidang tanah di Gresik dan akhirnya menetap di Gresik sejak 1412 M.
Nyai Ageng Pinatih belajar agama kepada dua ulama hebat Syaikh Maulana Malik Ibrahim dan Raden Rahmatullah alias Sunan Ampel di Surabaya. Diantara dua ulama ini juga mengajari ilmu dan strategi perdagangan kepada Nyai.
Karena Nyai Ageng Pinatih orang yang cerdas dia mampu menyerap dengan cepat segala hal yang diajarkan gurunya. Akhirnya di pelabuhan Gresik ini dia memulai usaha dagang dan sukses besar hingga memiliki banyak armada kapal dagang.
Melihat kepiawaiannya mengelolah usaha dan keahliannya memimpin, maka pada 1458 M Kerajaan Majapahit mengangkatnya sebagai Syahbandar Pelabuhan Gresik. Tugas utamanya adalah memungut bea cukai dan mengawasi kapal-kapal dagang asing. Sejarawan menyebut, Nyai Ageng Pinatih adalah Syahbandar terkenal dijamannya dan perempuan pertama Nusantara yang mengurusi bea cukai.
Suatu ketika kapal Nyai Ageng Pinatih hendak berlayar menuju Pulau Bali. Hampir semua perhatian para awak kapal tertuju pada sebuah peti yang terapung-apung di tengah laut. Bahkan peti itu sempat tertabrak kapal nyai Ageng, setelah dipungut oleh salah satu ABK Kapal ternyata isinya Bayi mungil lucu yang kelak bernama Joko Samudro, dan ketika dibuka para awak kapal anak buah Nyai Ageng Pinatih lalu memutuskan tidak jadi melanjutkan perjalanan menuju Bali yang tentu harus mendapat restu dari sang pemilik kapal. Hingga akhirnya, para ABK itu memilih kembali ke Gresik untuk melaporkan penemuan peti yang berisi bayi tersebut kepada Nyai Ageng Pinatih.
Versi lain menceritakan bahwa kembalinya kapal Nyai Ageng Pinatih ke Gresik, konon karena kapal selalu berputar kembali ke arah Gresik Seolah-olah bayi yang ditemukan itu membawa arah angin ke Gresik.
Nyai Ageng Pinatih terkejut melihat kapal dagangnya beserta ABKnya pulang lebih cepat dengan membawa peti berisi bayi. Dan konon karena Nyai Ageng Pinatih tidak memiliki putra maka beliau merawat bayi itu dengan diberi nama Joko Samudro karena ditemukan di samudra yang kelak mendapat julukan Pangeran Giri, Atau Prabu Satmata.
Sekitar tahun 1445 M, Nyai Ageng Pinatih menitipkan Joko Samudro atau Raden Paku untuk memperdalam ilmu agama di Pesantren Ampeldento Surabaya, dibawah asuhan Sunan Ampel.
Pilihan Nyai Ageng Pinatih menitipkan Joko Samudro ke Pesantren Ampeldento terbukti tepat. Joko Samudro alias Raden Paku membuktikan diri sebagai santri luar biasa. Sunan Ampel tahu betul Raden Paku memang bukan santri biasa. Akhirnya, para wali di Pulau Jawa mengangkat Raden Paku menjadi juru dakwa di daerah Giri.
Sunan Giri dengan gigih menyebarkan Islam di Gresik. kemampuan dan kharisma kepemimpinan Raden Paku atau Sunan Giri menjadi pemimpin masyarakat Gresik cukup disegani. Posisi ini diperkuat oleh ibu angkatnya, Nyai Ageng Pinatih.
Tak bisa dipungkiri, Nyai Ageng Pinatih menjadi sosok penting dibalik kesuksesan Sunan Giri. Walau hanya ibu angkat beliau curahkan segala kasih sayangnya pada Sunan Giri, dididik dengan benar untuk dipersiapkan sebagai pemimpin.
Nyai Ageng Pinatih meninggal tahun 1478 M. Namun, Oemar Zainuddin dalam buku Kota Gresik 1896-1916 Sejarah Sosial Budaya Dan Ekonomi (Penerbit Ruas), menyebut Nyai Ageng Pinatih meninggal pada 1483 M.
Leave a Reply