Perkawinan Ketupat

Pasang Iklan Anda disini Hubungi Brama News

Oleh : Maulana Sholehodin

Setiap penghujung Ramadhan, kita selalu disibukkan dengan ritual kewajiban budaya membuat ketupat lebaran. Tidak jelas siapa yang mengawali dan menciptakan ketupat pertama kali. Bahkan bentuknya pun seragam walau belum pernah ada konsensus tentang bentuk ketupat. Yang jelas ketupat telah jauh melintasi sejarah Nusantara sebelum Islam datang.

Teknik pembuatan ketupat yang cukup rumit terawat dengan baik dalam hasanah pelatihan mandiri keluarga secara turun temurun. Dan orang tua jaman dulu, harus mengatakan pada anaknya, “Barang siapa yang tidak bisa membuat ketupat maka ketika meninggal kelak disuruh menghisab kelamin Bimo”. Bimo merupakan tokoh gagah perkasa dalam legenda wayang. Dan maaf jangan ditanya haditsnya halaman berapa pada kitab shahi Bukhari, sebab itu cara orang tua Jawa merawat tradisi.

Konon lebaran ketupat diangkat dari tradisi pemujaan Dewi Sri, Dewi kesuburan, pelindung kelahiran dan kehidupan, kekayaan serta kemakmuran. Anugerah Nusantara yang subur mebuat Dewi Sri menempati ruang istimewa masyarakat agraris. Ia dimuliakan sejak masa kerajaan kuno Nusantara, khususnya Jawa seperti Majapahit dan Padjadjaran. Modifikasi budaya oleh para wali pembawa Islam dengan metode desakralisasi dan demitologisasi. Dewi Sri bukan lagi dipuja sebagai dewa padi atau kesuburan tetapi tak lebih dari sebuah simbol yang direpresentasikan dalam bentuk ketupat yang bermakna ucapan syukur kepada Tuhan.

Menurut H. J. de Graaf dalam Malay Anal, ketupat merupakan simbol perayaan hari raya Islam pada era kesultanan Demak saat dipimpin Raden Patah awal abad ke-15. De Graaf menyatakan ketupat yang terbuat dari janur berfungsi mempertegas identitas budaya pesisir yang ditumbuhi banyak pohon kelapa.

Demak adalah kesultanan Islam pertama di Jawa, yang membangun sistem politik dengan dakwah Islam yang didukung Walisongo. Ketika menyebarkan Islam ke pedalaman pilihan pendekatan Walisongo melalui pendekatan budaya agraris, tempat unsur keramat dan berkah menjadi starting point yang cukup penting untuk melanggengkan pola relasi sosial dan agama. Dari sini si genius Raden Mas Syahid atau Kanjeng Mas Sunan Kalijogo melakukan akulturasi budaya, lalu memperkenalkan dan memasukkan ketupat sebagai simbol yang sebelumnya sudah dikenal masyarakat dalam perayaan lebaran ketupat, perayaan yang dilaksanakan pada tanggal 8 Syawal setelah puasa sunah Syawal selama 6 hari.

Simbolisasi dan penjelasan falsafah Jawa pun dilakukan oleh Kanjeng Sunan. Otak-atik, gatuk-matuk ala budaya Jawa dengan cerdas dilakukan, bahwa kupatan itu kaffatan artinya barang siapa puasa sebulan Ramadhan ditambah 6 hari Syawal maka sempurna seluruhnya (dalam bahasa Arab kaffatan) maka jadilah riyoyo kupatan pada tanggal 8 Syawal.

Saking lamanya ketupat berada di Nusantara maka tiap daerah menyajikannya dengan cara berbeda menurut cita rasa selera lokal. Ada yang mengawinkan ketupat dengan opor ayam, ada yang mengawinkan ketupat dengan gule. Orang Madura mengawinkan ketupat dengan sate madura.

Dari semua perkawinan ketupat dengan hidangan lokal sungguh sebuah hidangan yang serasi. Ini membuktikan ketupat merupakan kuliner yang universal tetap seksi dikawinkan dengan makanan lokal manapun. Dan dari perkawinan ketupat dengan makanan lokal tersebut, belum pernah saya dengar cekcok antar keduanya.

Selamat Hari Raya Ketupat, 8 Syawal 1438 H.

 

Redaktur : Septaria Yusnaeni

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.