
Penulis : Maulana Sholehodin.
Ketua Nahdliyin Crisis Center
Editor : Brama News
NU sebagai ormas terbesar di dunia dengan puluhan ribu anggota adalah sebuah organisasi yang unik. Betapa Hadratussyekh Hasyim Asyari dan KH Wahab Hasbullah telah mampu menjadikan visi NU menjadi tradisi ubudiah dan amaliah anggotanya yang terwariskan dalam pendidikan keluarga.
Kecintaan anggotanya pada organisasi ini telah menembus batas rasionalitas. Tidak ada pendaftaran resmi untuk menjadi NU, bahkan puluhan juta anggotanya di desa-desa hampir tidak pernah mendaftar sebagai anggota. Cukup beribadah bermadzhab pada 4 imam, bertauhid asyariah dan bersosialisasi dengan tradisi/ budaya NU, kemudian merekapun akan mencintai NU, sesederhana itu.
Apakah ketaatan dan militansi anggota NU pada NU berbanding lurus dengan ketaatannya pada seorang ketua umum Pengurus Besar NU (PBNU)? Belum tentu. Bisa iya, bisa tidak, warga NU akan taat total pada ketum PBNU bila ketuanya orang yang istiqomah/ konsisten, ikhlas dan arifin (bijak). Situasi ini terjadi saat NU dipimpim orang sekelas KH. Mahfudz Siddiq (1937-1945), KH. Nahrawi Thohir (1946-1950), KH. A. Wahid Hasyim ayahanda Gus Dur (1951-1953), KH. Muhammad Dahlan Pasuruan (1954-1955), KH. Abdurrahman Wahid (1984-1998).
Seorang ketua NU seperti beliau tersebut sudah pada maqom/ posisi mukhlis, begitu dihormati, disanjung dan ditaati karena mereka berpegang pada kaidah.
لسان الحال افصح من لسان المقال
“Keteladanan itu lebih kuat pengaruhnya dari kata-kata yang terucap”.
Ini pengingat untuk KH Yahya Cholil Staquf/ Gus Yahya, dengan atraksi politiknya yang membuat warga NU mulai muak apakah warga NU akan meninggalkan NU? Jawabnya tidak, sebab cinta mereka pada NU telah melampaui rasionalitas. Tapi apakah mereka akan meninggalkan Gus Yahya? Sangat mungkin. Apakah mereka akan minta muktamar luar biasa untuk mengganti Gus Yahya? Tidak mungkin. Karena itu tidak ada dalam tradisi NU dan menyangkut marwah NU yang didirikan hadratussyekh. Mereka cukup akan mendiamkan dan cuek saja sampai selesai masa khidmat kemudian dilupakan. Saat ini warga NU hanya akan diam sambil berkata “Sak karep karepmu kate ulaopo, entek-entekno wes”. (Terserah maumu, mau ngapain, lakukan sepuasmu). Dalam Bahasa Jawa ungkapan seperti ini adalah puncak dari kekesalan dan ketidakpedulian.
Sederhana tolak ukurnya, bila ketua PBNU sangat dicintai warganya maka dia akan kehabisan waktu menghadiri undangan PCNU, MWCNU bahkan Ranting-ranting NU. Dia akan ditunggu titahmya, direbut sisa minumnya untuk diambil berkah, itulah yang terjadi pada para pendahulu.
Ketadziman warga NU pada Gus Yahya, mulai runtuh seiring atraksi politiknya bersama Erik Thorir pada medan pilpres 2024 ini. Visi peradaban yang dicanangkan Gus Yahya pada muktamar Lampung telah merubah menjadi PER-ABAB-AN. Abab menurut orang jawa itu hawa yang keluar dari mulut dengan bau yang khas, dalam guyonan santri bila orang hanya bisa ngomong tanpa bisa melaksanakan maka akan di sebut ABAB tok/ omong kosong. Maka bagi saya, visi peradaban muktamar Lampung ditangan Gus Yahya telah berubah menjadi perABABan.
Dan ingat, yang dibenci oleh warga NU itu ada dua, SALAFI dan SALAH-Fie. Bila pemberi fie bertujuan membeli NU untuk pilpers 2024, maka tunggulah warga NU akan meninggalkan ketuanya bukan meninggalkan rumah NU yang dicintainya.
Leave a Reply