SEMRAWUTNYA PARKIR PASURUAN

Pasang Iklan Anda disini Hubungi Brama News

Kontributor : Maulana Sholehodin

Pasuruan, www.bramanews.comSabtu, 29 Oktober 2023 sekitar pukul 19.00 WIB. Saya kembali mengalami peristiwa tidak mengenakan, parkir di depan toko Mahkota, selatan alun-alun Pasuruan mau ditarik dua kali, akhirnya terjadi cek cok dengan juru parkir. Bagiku ini bukan soal nominal lima ribu rupiah, tetapi soal pelayanan parkir PEMKOT Pasuruan yang buruk. Pertama Nominal Rp. 5000,- itu cukup mahal untuk sekedar parkir di jalanan.

Kedua kemana saja larinya uang tanpa karcis itu? Bila dikalikan jumlah kendaraan bisa dipastikan akumulasinya ratusan juta. Apakah pembiaran ini karena ada aliran ke DINAS PERHUBUNGAN kota Pasuruan? Lantas bagaimana dengan uang parkir berlangganan yang dibayar tiap bayar pajak motor/mobil? Lebih jauh saya ingin tahu berapa besaran parkir yang ditetapkan di PERWALI atau PERDA? Adakah regulasi itu? Bila tidak ada, mengapa dibiarkan praktik parkir ilegal ini.

Jawaban atas pertanyaan tersebut menjadi cukup penting untuk dijawab sebagai wujud tanggung jawab Pemerintah Kota Pasuruan dalam memberi pelayanan pada masyarakat. Mungkinkah Dinas Perhubungan atau SATPOL PP tidak tahu praktik ini? Saya pikir tidak mungkin melihat banyaknya Satpol PP dan anggota Dishub yang lalu-lalang, tidak tahu apa yang terjadi.

Ketika H. Syaifullah Yusuf atau Gus Ipul mengangkat tema Pasuruan sebagai kota Madinah cukup besar ekspektasi saya terhadap kemajuan Kota Pasuruan. Sebab Gus Ipul Sekjen PBNU, tentu cukup pengalaman untuk menata kota sekecil Pasuruan, juga diberangkatkan partai mayoritas di Kota Pasuruan yaitu PKB. Harapan saya akan terjadi replikasi kebudayaan Dari Madinah. Tapi sampai pada titik ini replikasi itu tidak pernah terjadi. Yang ada hanya payung agak mirip dengan pelataran masjid Nabawi.

Gus Ipul lupa di Madinah itu parkir gratis, kajian keIslaman semerbak, tidak ada orang buka aurat dijalanan, juga tidak ada konser. Seharusnya yang diusung itu peradabannya bukan meniru payungnya. Parkir adalah layanan vital dan awal ketika orang masuk kota, maka harus nyaman. Sekali lagi ini bukan sekedar uang lima ribu rupiah yang sebenarnya juga cukup mahal untuk tempat parkir out door. Sebagai Sekjen PBNU Gus Ipul selayaknya mampu memberi tauladan bahwa menjadi kepala daerah itu harus mampu mengangkat dan mengubah peradaban dan mereplikasi peradaban Madinah, bukan sekedar payung Madinah.

Bukankah itu tema muktamar NU di Lampung? Apakah sulit secara politik? Saya kira tidak, karena Gus Ipul berangkat dari PKB yang merupakan partai mayoritas di kota Pasuruan. Bila menata parkir saja sudah tidak mampu bagaimana harus menata peradaban? Dari presenting Inilah saya sepakat dengan harapan banyak orang, bahwa PBNU jangan merangkap jabatan dengan jabatan publik.

Editor : Brama News

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.