TEMBAKAN GUS YAHYA PADA CAK IMIN MENGENAI RUANG KOSONG

Pasang Iklan Anda disini Hubungi Brama News

Masih segar dalam ingatan banyak orang KH. Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) Ketua Tanfidziah PBNU mengatakan “Enggak ada, enggak ada [PKB representasi NU]. NU ini sudah keputusan Muktamar untuk mengambil jarak dari politik praktis, jadi semuanya sama saja,” ujar Gus Yahya saat ditanyakan terkait apakah PKB merupakan representasi NU di sela-sela forum Asean Intercultural and Interreligius Dialogue Conference (IIDC), The Ritz-Carlton, Jakarta, Senin (7/8).” bisa dilacak pada link https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230807145332-617-983000/ketum-pbnu-gus-yahya-tegaskan-pkb-bukan-representasi-nu.

Kala itu Sikap KH. Yahya Staquf (Gus Yahya) ini cukup baik sejalan dengan Khittoh NU 1984, dimana NU menarik diri dari panggung politik praktis. NU menjadi pengayom semua golongan dan perekat seluruh perbedaan bukan saja partai tapi juga kelompok agama di Indonesia.

Tapi sejak sang adik Gus Yaqut (Menteri Agama) tersandung prahara Pansus Haji dan menjelang penyusunan kabinet, Gus Yahya melakukan manuver politik yang tidak elegan. Atas nama PBNU membuat Pansus PKB dan mengundang Ketua dan Sekjen PKB ke PBNU. Yang lebih aneh ketika A. Muhaimin tidak datang pada undangan itu direspon dengan kalimat “Muhaimin mangkir dari undangan PBNU.”

Pengertian Mangkir dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Mangkir bisa diartikan tidak datangnya seseorang ke suatu tempat yang diharuskan untuk didatangi, bisa dikatakan sebagai absen. Hubungan PKB dan NU adalah hubungan historis dan kultural, bukan hubungan struktural. Dua institusi ini (PKB dan NU) adalah dua badan hukum yang berbeda, sehingga secara hukum tidak saling terkait secara struktural. Oleh karena itu hubungannya adalah hubungan kultural bukan struktural, maka sebaiknya proses yang dilakukan adalah komunikasi kultural dalam suasana santai ngopi ala NU. Bukan proses formal yang justru tidak ada pijakannya dalam AD/ART NU.

Tokoh-tokoh NU terkenal dengan komunikasi kulturalnya untuk memecah kekakuan dan kebuntuan stuktural. Membincang sesuatu yang serius dengan penuh gelak tawa, sebab bagi Kyai-kyai NU yang layak diseriusi hanya urusan akhirat. Saya menjadi teringat Saat Gus Dur dan Kyai-kyai sepuh menyelesaikan konflik dengan kelompok NU tandingan (kelompok Abu Hasan). Para sesepuh NU menyekesaikannya dengan Tabayun dan Islah dipesantren Genggong. Betapa seriusnya persoalan itu, sebab dibelakang Abu Hasan ada Soeharto dan beberapa Kyai kharismatik. Tapi selesai dengan silaturahmi penuh gelak tawa dengan rokok dan kopi tanpa Pansus.

Tempo hari Gus Yahya mati langkah saat menggunakan PBNU untuk membela sang adik dalam merespon keputusan DPR RI tentang Pansus Haji. Kini terulang kembali tembakannya pada PKB mengenai ruang kosong, sehingga tidak salah kalau publik berkesimpulan bahwa Gus Yahya sedang bermanuver politik untuk kepentingan dirinya, bukan kepentingan PBNU. Dengan bahasa lain, dia menghindari politik praktis tapi terjebak pada politik tidak praktis.

Penulis: Maulana Sholehodin
Ketua Presedium NCC (Nahdliyin Crisis Center)

Redaktur: Brama News

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.