(H. Maulana Sholehodin, S.Ag, S.H)
Pamekasan menjadi magnet media dan para pemerhati anggaran Negara. OTT KPK telah berhasil menangkap Bupati Pamekasan Achmad Syafi’i, Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan, Rudi Indra Prasetya dan Kepala Desa Dassok, Agus Mulyadi. Penangkapan tersebut diduga terkait dengan penyimpangan Dana Desa dalam proyek infrastruktur senilai 100 juta.
Paling tidak ada tiga persoalan pokok yang berkembang hingga hari ini. Pertama, ada yang beranggapan Dana Desa adalah potensi masalah baru. Maka perlu evaluasi pada dana desa. Kedua, profesionalitas pendamping dipersoalkan. Dan yang ketiga, pelapor adalah pendamping dan ini akan menjadi ketegangan baru antara kades dan pendamping.
Dari hasil investigasi sementara (dimungkinkan ada fakta baru) TA PPM dan pendamping Pamekasan. Pelapor pertama adalah LSM bukan pendamping. Ini peting kami luruskan karena bukan saja akan mengganggu koordinasi pendamping dengan kades, tapi juga untuk mempertegas tugas-tugas seorang pendamping.
Pendamping diterjunkan ke desa untuk memastikan semangat partisipatif UU No. 6 tahun 2014 tentang desa berjalan dengan baik terutama pada Permendagri 114 tentang perencanaan desa. Untuk itu maka tugas pendamping adalah mendampingi desa agar berproses secara demokratis dan partisipatif, memastikan dokumen perencanaan akuntable dan transparan sedang pengawasan itu urusan BPD, NGO, warga desa, Inspektorat, BPK, BPKP.
Mendorong kelembagaan di desa sungguh bukan perkara mudah tapi itulah tanggung jawab pendamping. Baik buruknya desa adalah beban tugas seorang pendamping. Kini kasus Pamekasan telah berkembang menjadi dua tindak pidana, pertama soal penyimpangan anggaran kedua soal suap, sudah masuk pada wilayah UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001. Dan ini momentum bagi para pendamping untuk lebih semangat mendampingi desa.
Redaktur : Septaria Yusnaeni
Leave a Reply