Penulis : Maulana S.
Redaktur : S. Yusnaeni
Pagi ini aku makan di warung desa tetanggaku, nasi dan tempe penyet secobek serta kuah lodeh semangkok, krupuk satu bungkus dan teh segelas tambah sebungkus nasi seluruhnya hanya Rp. 5.000,- untuk anak SD sepiring dengan ikan tempe dan teh hanya Rp. 2.000,-
Pemilik warung ini kami panggil Nyai l
Latipa. Secara matematis tidak akan ada laba tersisa dari penjualan nasi ini. Ya memang tidak akan ada laba karena orientasinya bukan laba. Orientasi dan konsepnya hanya bagaimana dia membuat warung untuk dirinya dan keluarganya bisa makan itu saja, tidak memiliki cita-cita lain, misal beli handphone, rekreasi, beli TV atau yang lain. Dan yang dimaksud keluarga disini bukan anaknya tapi kerabat sebab dia tidak punya anak.
Suaminya Pak Aripi sudah meninggal beberapa tahun yang lalu, tidak pernah sholat, penjual togel pokoknya menurut teori madrasah tidak masuk kategorisasi orang surga. Dan beruntungnya sebelum meninggal tiba-tiba si penjual togel Pak Aripi ini rajin sholat kalau ke Masjid pakai baju putih bersih, rajin puasa. Satu hal yang kuingat, almarhum orangnya jenaka dan sepertinya tidak pernah ngomong jelek pada orang. Akhirnya saat meninggal begitu banyak teman, tetangga dan kerabat datang sejak penggalian kubur. Menurut kacamata dhohir saya dia menghadap Tuhan dengan status taubatan nasukha dan khusnul khotimah.
Menurut istrinya saat saya makan pagi tadi pesannya sederhana, “Kita ini orang miskin tapi jangan pernah mengeluh bahkan ketika sakit sekalipun tetap harus bersyukur pada Allah,” begitu pesan mantan penjual togel itu.
Prinsip ini barangkali yang membuat dia mendapatkan rizqi tertinggi yaitu mati khusnul khotimah. Karena Allah berjanji menambah rizqi pada orang yang selalu bersyukur.
“وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ”
Sebelum keluar warung aku tanya, berapa seluruhnya nyai? Dia menjawab 5000 rupiah, aku bayar Rp. 30.000,- Dia menjawab dg mata berbinar, “Alhamdulillah bisa untuk bekal ziaroh ke Gus Dur besok le.” Aku jadi iri padanya begitu murahnya bahagia bagi dia hanya dengan 30.000 rupiah. Bisakah saya dan anda bahagia dengan 30.000 rupiah? Simpan jawaban di hati kita masing-masing, ternyata bahagia itu soal bagaimana cara kita bersyukur dan memaksimalkan rizqi yang kecil menjadi kebahagiaan yang besar.
Leave a Reply