Penulis : Maulana S.
Redaktur : S. Yusnaeni
Bila orang bertanya pada saya kapan berdirinya Boedi Oetomo? Maka akan saya jawab saat dia capek duduk bersila sehingga harus berdiri. Menarik untuk dikaji kenapa harus kelahiran organisasi Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908 yang dijadikan tonggak hari Kebangkitan Nasional? 37 tahun sebelum Indonesia merdeka. Apa kesadaran nasionalisme muncul karena organisasi Boedi Oetomo? Bukankah sebelumnya sudah ada perlawanan terhadap Belanda yang lebih heroik sebagai bangsa terjajah dan itu embrio nasionalisme yang kuat.
Berawal dari 9 priyayi mahasiswa STOVIA (School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen) yang mengagas dan mendirikan organisasi Budi Utomo di lingkunan sekolah kemudian dianggap sebagai organisasi modern pertama di Nusantara yang memperjuangkan kesetaraan pendidikan bagi kaum pribumi atau rakyat jelata agar mendapat hak pendidikan yang sama dengan kaum priyayi atau elit. Bagi saya bagaimana mungkin organisasi primordial yang hanya beranggotakan priyayi Jawa dan Madura saja dianggap sebagai kebangkitan nasional? Apakah di Nusantara sebelum itu belum ada pendidikan?
Faktanya bahwa sejak jaman kerajaan Mataram Hindu di Nusantara yang oleh orang Eropa disebut Hindia Belanda sudah ada pendidikan dengan paradigma berbeda dengan pendidikan gaya Eropa di STOVIA yang orientasinya menciptakan pegawai pelayan Belanda.
Jauh sebelum Belanda datang, di Nusantara sudah ada peradaban dan pendidikan yang dikelolah para resi, para kyai juga para cerdik pandai yang melahirkan orang besar sekelas Sultan Agung Mataram, Nyai Ageng Kalinyamat, Sultan Hasanudin Makasar, Laksama Malahayati Aceh, Sisinga Maharaja dan bahkan Pangeran Diponegoro yang strategi militernya mengalahkan Jenderal Hendrik Merkus de Kock alumni akademi militer Eropa.
Saya curiga 9 priyayi itu pengagum kurikulum STOVIA dimana kurikulumnya dipersispkan untuk mencetak pegawai Belanda dan menganggap pendidikan yang lain seperti pesantren yang dikelola pribumi dianggap bukan pendidikan. Bukankah pendidikannya lebih egaliter bukan saja priyayi tapi juga para kaulo dan para sudra.
Dan harus diingat juga, melihat sejarah bukan hanya siapa yang lebih dulu, melainkan siapa yang mendatangkan perubahan masif dan mampu menggerakkan perlawanan pembebasan nasional Indonesia. Untuk itu maka organisasi-organisasi lain seperti Indische Partij, Sarekat Islam dan bahkan Partai Komunis Indonesia pun harus dihitung sebagai organisasi yang menyumbangkan kekuatan kebangkitan nasional.
Sajian fakta lain coba ditawarkan Pramoedya Ananta Toer dalam Tetralogi Pulau Buru atau Tetralogi Bumi Manusia. Dia mencoba membeber fakta sejarah dengan dibungkus novel-novelnya yang termasyhur. Salah satu bagian kunci sejarah kebangkitan nasional yang ditenggelamkan melalui mata sejarah pendidikan nasional kita antara lain peran R.M. Tirto Adhi Soerjo. Sosoknya yang diidentikkan dengan Minke, tokoh utama novel Pram dalam tetraloginya, merupakan seorang bangsawan yang mempelopori berdirinya kebangkitan rakyat. Melalui instrumen pers, R.M. Tirto Adhi Soerjo membangkitkan kesadaran kritis masyarakat terhadap perlunya bangkit melawan kolonialisasi dan bagian bab ini yang kusuka saat orang pribumi meniduri anak Belanda.
Asvi Marwan Adam, sejarawan LIPI juga mengkritisi hari lahir Boedi Oetomo (BO) pada 20 Mei 1908 sebagai dasar hari kebangkitan nasional. Dia mempertertanyakan implikasi perubahan apa dengan berdirinya Boedi Oetomo? Dan Aswi juga mempertanyakan peran perjuangan BO yang kurang greget karena hanya bergerak di bidang kebudayaan dan pendidikan tanpa unsur perlawanan secara langsung terhadap kolonialisme. Lebih dari itu banyak kalangan menilai Boedi Oetomo terlalu primor bila dianggap sebagai inspirasi kebangkitan nasional.
Dalam logika subjektif saya kebangkitan nasional lebih layak didandarkan pada dimulainya perang Diponegoro atau saat perjuangan seorang R.M. Tirto Adhi Soerjo menerbitkan surat kabar Soenda Berita (1903-1905) dan Medan Prijaji (1907) serta Putri Hindia (1908). Medan Prijaji yang menggugat kolonialisme dan mengajak pribumi untuk melawan. Serta ingatlah R.M. Tirto Adhi Soerjo adalah yang memulai surat kabar pertama menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa utamanya jauh sebelum Sumpah Pemuda.
Selamat Mengkritisi Hari Kebangkitan Nasional.
Leave a Reply