Hukum Harus Ditegakkan, Status Hukum 6 Nyawa

Pasang Iklan Anda disini Hubungi Brama News

Penulis : Maulana Sholehodin
(aktifis hukum alumni pesantren Genggong)
Redaktur : Brama News

Saya memang tidak suka dan tidak sepakat dengan FPI, apalagi saat melakukan sweeping warung atau tempat lain waktu Ramadhan. Sebab FPI bukan aparat hukum dan orang jualan saat Ramadhan bukan perbuatan melawan hukum. Ini juga yang menjadi alasan saya menolak sweeping tentara pada baliho HRS. Sebab bila ada pelanggaran hukum atau pidana pada pemasangan baliho maka satu-satunya yang berhak bertindak ya polisi. Marilah semua komponen bangsa saling intropeksi bukan saling menyalahkan.

Pada whatsapp group, simpatisan FPI sering menjelekan organisasi saya yaitu NU, Banser bahkan kyai Said Aqil. Sehingga cukup manusiawi kalau saya tersinggung dan tidak suka. Tetapi terlepas dari itu semua, ketika saya dengar anggota FPI tertembak di jalan tol maka saya sepakat dengan FPI ini harus diusut. Bukan karena solidaritas sesama Islam tetapi ini soal konstitusi bernegara. Seperti halnya saya marah pada saat pembantaian non muslim di Sigi yang mengatasnamakan jihad.

Saya juga sepakat anggota polisi yang terancam keselamatan jiwanya karena diserang maka harus mengambil tindakan tegas terukur. Dan saat ini ramai dimedia sosial kelompok HRS yang berjumlah 10 orang bentrok dengan anggota polisi yang mengakibatkan meninggal dunia sebanyak 6 orang dan 4 orang melarikan diri dari pihak HRS.

Pertanyaannya adalah benarkah tindakan polisi itu? Konstitusi RI menjamin setiap orang yang melakukan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia harus diajukan kepengadilan dan dihukum melalui proses yang adil serta transparan.

Penggunaan senjata api oleh kepolisian seharusnya merupakan upaya terakhir yang sifatnya untuk melumpuhkan dan dapat dilakukan oleh anggota polri ketika tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan atau perbuatan pelaku kejahatan maupun tersangka tersebut atau ketika anggota polri sedang mencegah larinya pelaku kejahatan maupun tersangka yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota polri sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Tindakan extrajudicial killing atau pembunuhan diluar putusan pengadilan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap orang-orang yang diduga terlibat kejahatan merupakan sebuah pelanggaran HAM dan pelanggaran hukum acara pidana yang serius. Orang-orang yang diduga terlibat kejahatan memiliki hak untuk ditangkap dan dibawa kemuka persidangan dan mendapatkan peradilan yang adil (fair trial) guna membuktikan bahwa apakah tuduhan yang disampaikan oleh negara adalah benar. Hak-hak tersebut jelas tidak akan terpenuhi apabila para tersangka “dihilangkan nyawanya“ sebelum proses peradilan dapat dimulai. Penuntutan terhadap perkara tersebut akan otomatis gugur karena pelaku meninggal dunia.

Perkap 1/2009 secara tegas dan rinci telah menjabarkan dalam situasi seperti apa upaya penembakan dapat dilakukan dan prinsip-prinsip dasar apa saja yang harus selalu dipegang teguh oleh aparat kepolisian dalam melakukan upaya penembakan tersebut. Sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Perkap 1/2009, sebelum memutuskan untuk melakukan penembakan dengan senjata api, aparat wajib mengupayakan terlebih dahulu tindakan seperti perintah lisan, penggunaan senjata tumpul, senjata kimia seperti gas air mata atau semprotan cabe.

Setelah segenap upaya tersebut dilakukan, aparat kepolisian baru diperbolehkan menggunakan senjata api atau alat lain dengan tujuan untuk menghentikan tindakan atau perilaku pelaku kejahatan atau tersangka. Itupun hanya apabila terdapat ancaman yang bersifat segera yang dapat menyebabkan luka parah atau kematian anggota polri atau anggota masyarakat.
Dengan berkaca pada ketentuan sebagaimana diatas, maka saya sepakat pemerintah harus membentuk tim independen melibatkan Komnas HAM dan Ombudsman RI untuk menyelidiki dengan serius tindakan penembakan dari aparat kepolisian dalam peristiwa tersebut.

Begitu juga HRS harus taat hukum, saat ada panggilan polisi datanglah hadapi dengan baik. Bila memang ada proses hukum tidak adil pasti rakyat bersamamu. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menegaskan semua warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum.(equality before the law). Dan menolak panggilan saksi adalah pidana diatur dalam Pasal 224 ayat (1) KUHP. Pada batas tertentu polisi bisa melakukan upaya paksa bila itu dilakukan jangan bilang itu kriminakusasi sebab begitulah hukumnya.

Fiat justitia ruat caelum, keadilan harus ditegakkan walaupun langit akan runtuh.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.